Profil Mary Jane Korban TPPO yang Menjadi Terpidana Mati Asal Filipina, Berharap Pulang Usai 12 Tahun di Penjara

mary jane saat mengikuti kegiatan di lapas
mary jane saat mengikuti kegiatan di lapas

Kontrasmedia.com — Terpidana mati Filipina Mary Jane Veloso kembali menjadi perhatian publik setelah masalah pemulangannya ke negara asalnya muncul.

 

Mary Jane Veloso, yang dihukum mati atas kasus penyelundupan narkoba di Indonesia, menjadi perhatian diplomasi Indonesia-Filipina selama lebih dari sepuluh tahun. Selain itu, ia menjadi korban Tidak Pidana Perdagangan Oran (TPPO).

 

Bab baru dalam kasus ini dibuka dengan keputusan untuk menunda eksekusi pada tahun 2015 karena dugaan bahwa dia adalah korban perdagangan manusia.

 

Banyak orang, termasuk pemerintah Filipina dan keluarganya, terus berjuang untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Mary Jane, yang saat ini mendekam di Lapas Perempuan Kelas IIB Wonosari, Gunungkidul, masih berharap dapat kembali ke Filipina dan berkumpul kembali dengan keluarganya.

 

Kompleksitas kasus yang berkaitan dengan hukum pidana, diplomasi internasional, dan masalah kemanusiaan terlihat dalam kisah Mary Jane. Perjalanan hidup Mary Jane Veloso, dari awal kasus hingga upaya terbaru untuk membebaskannya

 

Barita ini dikutip dari Liputan6 dan beberapa sumber lainnya pada Rabu (20/11).

 

1. Latar Belakang Mary Jane Veloso

Mary Jane Veloso lahir pada 10 Januari 1985 di Cabanatuan, Filipina, sebagai anak bungsu dari lima bersaudara. Ia tumbuh dalam keluarga miskin dengan ayah yang bekerja serabutan di perkebunan tebu.

Pada usia 17 tahun, Mary Jane menikah, tetapi pernikahannya tidak bertahan lama. Setelah bercerai, ia menjadi tulang punggung keluarga untuk membesarkan dua putrinya. Tekanan ekonomi mendorong Mary Jane bekerja sebagai tenaga kerja domestik di Dubai pada 2009.

Namun, pengalaman di luar negeri tidak berjalan mulus. Mary Jane memutuskan pulang lebih awal setelah nyaris menjadi korban kekerasan seksual dari majikannya. Perjalanan hidupnya berubah drastis saat ia menerima tawaran pekerjaan baru di Malaysia.

 

2. Penangkapan di Indonesia

Pada 25 April 2010, Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, karena kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin yang disembunyikan di dalam kopernya. Petugas yang mencurigai isi koper setelah pemeriksaan sinar-X menemukan paket heroin yang dibungkus aluminium.

Dalam proses hukum, Mary Jane dijatuhi hukuman mati pada Oktober 2010 oleh Pengadilan Negeri Sleman. Hukuman ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yaitu pidana seumur hidup.

Mary Jane mengaku bahwa ia dijebak oleh perekrutnya, Maria Cristina Sergio, yang menawarkan pekerjaan di Malaysia. Ia tidak mengetahui isi koper yang ia bawa mengandung narkotika.

 

3. Penundaan Eksekusi Mati pada 2015

Mary Jane dijadwalkan untuk dieksekusi mati pada 29 April 2015 di Nusakambangan, bersama delapan terpidana lainnya. Namun, eksekusi terhadap Mary Jane ditunda setelah perekrutnya, Maria Cristina Sergio, menyerahkan diri ke polisi di Filipina sehari sebelum eksekusi.

Penundaan ini terjadi atas permintaan pemerintah Filipina, yang menyebut Mary Jane sebagai korban perdagangan manusia. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa penundaan dilakukan untuk menghormati proses hukum di Filipina yang melibatkan perekrut Mary Jane.

Sejak itu, Mary Jane terus mendekam di penjara, menunggu kepastian hukum atas nasibnya.

 

4. Upaya Hukum dan Diplomasi Filipina

Selama lebih dari satu dekade, pemerintah Filipina berjuang melalui jalur diplomasi untuk membebaskan Mary Jane. Presiden Ferdinand Marcos Jr menyebut bahwa kasus ini melibatkan isu kompleks seperti perdagangan manusia dan narkotika.

Mahkamah Agung Filipina pada 2020 mengizinkan Mary Jane untuk memberikan kesaksian sebagai korban perdagangan manusia. Kesaksian ini menjadi dasar upaya hukum untuk membuktikan bahwa Mary Jane tidak bersalah dalam kasus narkotika di Indonesia.

Namun, kendala hukum dan diplomasi membuat proses ini berjalan lambat, meskipun hubungan bilateral antara Indonesia dan Filipina tetap terjaga.

 

5. Kehidupan di Penjara

Mary Jane saat ini menjalani hari-harinya di Lapas Perempuan Kelas IIB Wonosari, Gunungkidul. Ia kerap mengungkapkan kerinduannya terhadap kedua anaknya yang hanya dapat ia temui secara virtual dua kali seminggu.

Selama 12 tahun terakhir, Mary Jane mencoba untuk menerima keadaan, meskipun ia merasa bahwa hidupnya direnggut oleh kasus yang bukan merupakan kesalahannya. Dukungan dari keluarga dan keyakinannya pada keadilan membuat Mary Jane tetap bertahan.

Mary Jane sering menyampaikan harapannya untuk pulang ke Filipina dan memulai hidup baru bersama keluarganya.

 

6. Isu Keadilan dan Perlindungan Hukum

Kasus Mary Jane menyoroti masalah dalam proses hukum yang ia jalani. Mary Jane menyatakan bahwa selama proses interogasi, ia tidak didampingi pengacara atau penerjemah berlisensi.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam pengadilan yang melibatkan warga negara asing. Komnas Perempuan juga menyoroti bahwa Mary Jane adalah korban tindak pidana perdagangan manusia dan seharusnya mendapat perlindungan hukum yang memadai.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses hukum internasional.

 

7. Perkembangan Terbaru: Rencana Pemulangan ke Filipina Setelah 12 Tahun di Penjara

Pada November 2024, Presiden Prabowo Subianto menyetujui kebijakan transfer of prisoner untuk memulangkan Mary Jane ke Filipina. Keputusan ini diambil setelah permintaan resmi dari Menteri Kehakiman Filipina.

Presiden Marcos Jr menyambut baik keputusan ini dan menyatakan bahwa pemulangan Mary Jane adalah hasil dari diplomasi panjang selama lebih dari satu dekade. Meski begitu, belum ada jadwal pasti terkait pelaksanaan pemulangan tersebut.

Langkah ini menjadi harapan baru bagi Mary Jane untuk meninggalkan jeruji besi dan kembali ke negaranya.

 

8. Simbol Perjuangan Melawan Perdagangan Manusia

Mary Jane Veloso kini menjadi simbol global dalam perjuangan melawan perdagangan manusia. Kasusnya menggambarkan bagaimana seseorang dapat terjebak dalam jaringan kejahatan internasional tanpa menyadarinya.

 

Upaya untuk membebaskan Mary Jane bukan hanya tentang hukum, tetapi juga menyangkut nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Pemerintah Filipina dan kelompok advokasi terus memperjuangkan hak-haknya sebagai korban.

 

Kasus Mary Jane juga membuka diskusi tentang reformasi sistem peradilan bagi korban perdagangan manusia di Asia Tenggara.

 

Siapa Mary Jane Veloso?

Mary Jane Veloso adalah warga negara Filipina yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia atas kasus narkotika, tetapi ia mengaku sebagai korban perdagangan manusia.

 

Mengapa eksekusi mati Mary Jane ditunda?

Eksekusi ditunda pada 2015 setelah perekrut Mary Jane menyerahkan diri, membuka fakta bahwa Mary Jane adalah korban perdagangan manusia.

 

Apa perkembangan terbaru kasus Mary Jane?

Presiden Prabowo Subianto menyetujui rencana pemulangan Mary Jane ke Filipina melalui kebijakan transfer of prisoner. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *