Jember, kabar24.id – Budaya Pandhalungan adalah budaya yang lahir dari akulturasi budaya Jawa dan Madura. Budaya yang kaya ini menarik untuk dikembangkan dan menjadi sumber inovasi yang tak habis-habisnya. Seperti yang dilakukan oleh tiga tim mahasiswa Universitas Jember yang kreatif menggali budaya Pandhalungan sebagai bahan inovasi metode pembelajaran berbasis budaya lokal. Kerennya lagi, ketiga kelompok ini mendapatkan pendanaan dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2023 yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Dalam rangka menunjang proses pembelajaran serta turut melestarikan kebudayaan lokal ini, Diana Kamalia sebagai ketua beserta Ega Bonansyah Utoyo, Amar Ma’ruf Al Bawani, Jalis Syarifah, dan Taufiqurrohman sebagai anggota tim PKM Pengabdian Masyarakat membuat media pembelajaran yang dapat mempermudah anak tuna rungu dalam belajar. Berangkat dari pemikiran bersama dan dukungan dari mentor, Diana dan tim memberikan edukasi literasi sains dan budaya pandhalungan menggunakan media pembelajaran 3D Up Book berbasis Arduino kepada siswa Sekolah Luar Biasa Negeri Jember.
“Media pembelajaran yang kami buat tidak hanya menarik secara visual namun juga memberikan pengalaman membaca yang imersif dengan menyajikan konten pendidikan dalam tampilan warna yang kontras dan format tiga dimensi sehingga siswa tertarik untuk membaca dan menjelajahi lebih detail apa yang dijelaskan dalam buku.” ujar Diana Kamalia usai memaparkan beberapa media pembelajaran yang telah dibuatnya.
Ide unik selanjutnya datang dari Kevin Cahya Andilla Unwaru sebagai ketua beserta tim Nidya Nur Mashitoh, Tika Widiya Ningrum, Nadiah Putri Anggraeni, dan Naili Afkarina mengembangkan 10 media dalam 1 kotak dalam meningkatkan literasi numerasi tentunya dengan tetap mengusung kebudayaan lokal pandhalungan. Di samping tujuan pelestarian budaya lokal, pengusungan tema budaya pandhalungan ini juga diharapkan dapat mencetak karakter anak-anak bangsa Indonesia supaya tetap lekat dalam diri mereka. Kesepuluh media yang dibuat oleh Kevin dan tim semuanya memuat nilai kearifan lokal di antaranya adalah tari lahbako, lukisan daun tembakau, tari remo, serta berbagai peribahasa Indonesia.
Senada dengan hal di atas, inovasi berbasis budaya lokal berikutnya juga diusung oleh Safina Aulia Sani beserta tim Nilam Cahya Kusumaningtyas, Rike Dwi Wulandari, Zhahrotun Nurroniah, dan Sakti Kalisa Sefanda merancang media pembelajaran fisika menggunakan augmented reality dari tari tradisional asal Jember yaitu tari lahbako. Dengan aplikasi yang dibuat oleh Safina dan tim guru dan siswa bisa merasakan pengalaman interaktif melalui media visual sains yang memadukan antara tari lahbako dengan konsep fisika.
“Syukur alhamdulillah dari serangkaian kegagalan yang pernah dilalui beberapa kali sebelumnya ternyata membuahkan hasil bahwa ide ini dinyatakan layak memperoleh pendanaan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan.” ujar Safina usai mendemokan penggunaan aplikasi augmented reality rancangannya.
Menurut Lailatul Nuraini, dosen pembimbing dari ketiga tim ini yang berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, keikutsertaan mahasiswa dalam PKM ini perlu dilakukan sebagai ajang untuk menciptakan inovasi baru serta menunjukkan kreativitas mahasiswa dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat di era digital saat ini. “Kehadiran beberapa media pembelajaran ini tentunya akan banyak memberikan pengalaman yang interaktif antara guru dan siswa di kelas dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan pula dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa agar lebih mencintai budaya Indonesia sendiri, khususnya budaya yang ada di Jember yaitu pandhalungan.” imbuhnya. (Ton)