Upaya Masyarakat Banyuwangi Jaga Kesenian Pencak Sumping

  

Banyuwangi – Kabupaten yang berada di ujung timur pulau Jawa ini ternyata memiliki segudang tradisi adat dan budaya. Tak hanya itu, Kabupaten paling ujung Timur Pulau Jawa ini juga memiliki tradisi seni bela diri yang masih dilestarikan hingga saat ini yaitu Pencak Sumping.

Tradisi ini dilestarikan lintas generasi. Setiap Hari Raya Idul Adha, Masyarakat Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Banyuwangi ini menampilkan atraksi Pencak Sumping secara rutin setiap tahunnya. Kamis, (29/06).

Atraksi Pencak Sumping digelar dengan iringan musik tradisional dengan irama yang rancak. Penampilan Pencak Sumping diikuti oleh para pendekar mulai anak-anak hingga lanjut usia. Mereka menampilkan jurus-jurus pencak silat, baik dengan tangan kosong maupun dengan senjata dengan lincah.

Tradisi Pencak Sumping tidak terlepas dari cerita asal muasal Dusun Mondoluko. Di zaman penjajahan Belanda, Buyut Ido terluka (luko) sampai terkoyak (modol-modol), hingga akhirnya mendasari penamaan dari Dusun Mondoluko. 

Mulai anak-anak hingga dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Hingga saat ini Warga Mondoluko tetap melestarikan pencak silat sebagai bela diri yang di pelajari oleh warga.

Salah satu pelestari Pencak Sumping, Rahayis mengungkapkan, nama Pencak Sumping sendiri, diambil dari suguhan yang disajikan pada masa itu yang mengiringi para pendekar saat berlatih. 

“Sumping merupakan makanan tradisional yang terbuat dari pisang berbalut adonan tepung yang dikukus, didaerah lain dikenal dengan nama kue Nagasari.” kata Rahayis.

Sumping menjadi suguhan kepada para tamu yang datang saat acara. Bahkan saat atraksi tanding dua pendekar silat, sumping juga digunakan untuk pengakuan kemenangan.

“Biasanya pendekar yang menang akan menyumpal mulut lawan yang kalah dengan kue sumping.” imbuh Rahayis.

Dusun Mondoluko tidak memiliki kesenian barong atau gandrung seperti di daerah lain. Akhirnya, Pencak Silat yang diiringi dengan musik-musik tabuhan inilah sebagai hiburan warga pada rangkaian selamatan desa tersebut.

Tradisi tahunan Pencak Sumping ini digelar beriringan dengan tradisi kenduri bersih desa (Ider Bumi) warga setempat. Selamatan ini berlangsung setiap Idul Adha dimana warga melakukan ritual Ider Bumi dan mengumandangkan adzan serta membaca istighfar (permohonan ampun kepada Allah) sambil keliling desa.

Sementara itu, PLH. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Choliqul Ridho mengatakan, atraksi bela diri Pencak Sumping ini merupakan bagian dari kekayaan tradisi Banyuwangi yang perlu dilestarikan kepada anak cucu kita.

“Tradisi ini juga istimewa, karena merupakan seni bela diri yang dikemas dalam atraksi pertunjukkan yang unik yang tentunya tidak ada di daerah lain. Dengan simbolis kue sumping sebagai kemenangan dari si pendekar tersebut, membuat tradisi seni pencak silat ini semakin menarik.” kata Ridho.

Tak hanya itu, dalam tradisi ini juga dihadiri Paguyuban Kampung Pencak Silat Glagah yang baru dibentuk. Mereka menghadiri tradisi Pencak Sumping dari beberapa organisasi seperti Persaudaraan Setia Hati Terate, Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia Kera Sakti, Pagar Nusa, Cempaka Putih. (Manto)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *