Rumitnya Kasus Ibu dan Anak Rebutan Tanah 18 Hektare di Karawang, Dedi Mulyadi: Ini Paling Aneh di Dunia…

Sedang geger kasus rebutan warisan oleh ibu dan anak di Karawang.

Dikutip Gridhot dari Tribun Jabar, Ibu dan anak tersebut memperebutkan warisan berupa lahan seluas 18 hektare di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

Kejadian perebutan warisan tersebut viral di sosial media.

Pasarlnya, Neneng Suryanengsih selaku sang ibu sampai membuat video untuk meminta bantuan kepada Presiden Jokowi dan Jenderal Listyo Sigit terkait konflik warisan ini.

Dari 18 hektare dan beberapa properti yang ditinggalkan suaminya, Neneng hanya mendapatkan jatah sebanyak dua hektare saja yang kemudian sudah dijual dan dananya habis untuk biaya hidup.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Neneng pun menceritakan permasalahannya itu kepada Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Dedi Mulyadi.

Bertemu Dedi Mulyadi di Subang, Jabar, Neneng menceritakan, konfliknya dengan sang anak bermula ketika suami sekaligus ayah kandung anaknya itu, Enang Mulyana, meninggal pada tahun 2017.

Suaminya, menurut Neneng, meninggalkan 18 hektare sawah dan sejumlah properti. Akan tetapi, anak pertamanya, Ooy Rokayah, hanya memberi 2 hektare sawah kepada Neneng.

“Semua dipegang sama anak, saya hanya dijatah 2 hektar. Itu juga sekarang sudah habis dijual untuk biaya hidup sehari-hari. Sekarang rumah yang saya tempati juga mau diambil,” kata Neneng dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, pada Sabtu (2/12/2023).

Sementara itu, pengacara Neneng, Timmy Nurjaman mengatakan, pihaknya sudah mencoba bermusyawarah dengan pihak anak Neneng, namun Ooy justru mengerahkan ormas untuk mengintervensi ibunya.

“Kita terus upayakan komunikasi dan musyawarah, tapi sekarang sudah mulai berani ke ibu kandung sendiri. Kemudian persoalannya, sekarang bukti kepemilikan sudah diambil oleh anaknya. Itu sudah dilaporkan ke kepolisian, penggelapan dokumen atau aset,” ujar Timmy.

Tidak cinta suami

Menanggapi cerita Neneng, Dedi pun menanyakan kehidupan pribadi perempuan itu setelah sang suami meninggal dunia.

Neneng pun mengakui bahwa kini dia telah menikah kembali. Neneng juga mengaku bahwa selama ini dia tidak mencintai Enang karena pernikahan keduanya merupakan hasil perjodohan orang tua.

“Jadi walau pun sudah punya anak tiga dan punya 18 hektare sawah tidak cinta? Kalau sama yang ini (suaminya saat ini) cinta?,” tanya Dedi yang kemudian diiyakan Neneng.

Dari fakta tersebut, Dedi menduga bahwa anak-anak Neneng khawatir semua harta peninggalan ayahnya akan dijual oleh ibu dan suami barunya.

Meski sebenarnya, Dedi menjelaskan, secara hukum waris Neneng berhak mendapat 9 hektare dari 18 hektare sawah tersebut, sedangkan 9 hektare lainnya merupakan hak ketiga anaknya.

“Kesimpulan saya, ini tinggal dimusyawarahkan, tidak perlu ribut. Anak-anak ibu ada rasa takut hartanya habis dijual semua, ini saya bicara psikologis. Kalau secara hukum memang ibu berhak setengahnya,” ucap Dedi.

Dedi berharap, pembagian harta warisan tersebut bisa selesai secara musyawarah tanpa ada pihak ketiga yang ikut campur.

“Kalau memang diperlukan mediasi saya siap menengahi. Semua bisa diselesaikan, antara anak dan ibu bisa kembali saling mencintai dan hidup rukun bahagia,” ungkapnya.

Cerita sang anak

Setelah Neneng menemui Dedi Mulyadi, giliran sang anak yang menceritakan persoalan tersebut kepada mantan Bupati Purwakarta tersebut.

Anak sulung Neneng, Ooy Rukayah bersama adik bungsunya, Uyun, mendatangi Dedi untuk menceritakan duduk perkara konfliknya dengan sang ibu.

Saat ayahnya meninggal, Ooy menyampaikan, dia masih kuliah kedokteran di salah satu universitas swasta di Karawang. Tak lama berselang, ibunya menikah dengan pria lain.

“Dari situ mulai minta warisan dibagi. Akhirnya dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat dan ustaz, mamah itu diputuskan dapat 2 dari 16 hektare sawah,” tutur Ooy.

Seiring waktu, sawah 2 hektare itu dijual oleh Neneng untuk membeli rumah, tapi tak lama rumah tersebut dijual dan uang sisa warisan pun telah habis.

Ooy mengaku dia terpaksa menjual 1 hektare sawah haknya untuk biaya kuliahnya. Sisanya digunakan untuk adiknya sekolah karena tak diberi biaya oleh ibu maupun ayah tirinya.

“Sikap mamah kalau ketemu itu pasti berbeda, marah-marah terus. Adik-adik juga akhirnya inginnya ikut sama saya. Makanya saya cepat menikah karena butuh sosok pendamping,” jelasnya.

Akan tetapi, suami Ooy dilaporkan oleh pihak Neneng dengan tuduhan perusakan dan masuk ke rumah orang tanpa izin.

“Suami kan sering bersihkan rumah (warisan), tiba-tiba ada yang menempati, ternyata rumah itu digadai Rp 40 juta sama mamah. Suami dilaporkan karena dianggap merusak gembok yang padahal itu dibeli sendiri,” papar Ooy.

Sebenarnya, lanjut Ooy, warisan untuknya dan dua adiknya seluas 9 hektare sawah, tapi kenyataannya, 9 hektare sawah tersebut dikuasai oleh Neneng dan disewakan kepada orang lain.

“Mamah tidak pernah kasih apa-apa. Adik pertama saya sudah menikah, yang kedua sekarang ikut dan dibiayai oleh suami saya. Sampai HP untuk sekolah rusak juga belum ada biaya untuk gantinya,” papar Ooy sembari menangis.

Ooy pun kini kebingungan karena menurut wasiat almarhum ayahnya, setelah lulus SMA adik bungsunya kuliah kedokteran, sedangkan kini seluruh harta peninggalan sang ayah dikuasai oleh ibu dan suami barunya.

“Makanya saya pertahankan tidak mau memberikan surat-surat karena ada kekhawatiran semua warisan itu habis dijual,” bebernya.

Dedi Mulyadi sewa lahan Ooy

Dedi menilai, Neneng lupa terhadap hak anak-anaknya, baik dari segi material maupun kasih sayang.

“Nanti kita pertemukan anak dan ibunya, kita bicara dari hati ke hati bukan dari aspek hukum. Seharusnya sebagai ibu bisa melindungi anaknya dan mengelola aset dengan baik. Ini paling aneh di dunia, orang kaya tapi HP anaknya untuk sekolah saja tidak punya,” terangnya.

Dedi Mulyadi lantas memberikan sejumlah uang kepada Yuyun untuk mengganti HP yang rusak. Selain itu dia juga menawarkan agar sawah warisan tersebut disewa olehnya untuk dikelola.

Nantinya, yang sewa yang diterima Ooy bisa digunakan untuk biaya kuliah Yuyun dan kehidupan sehari-hari mereka.

“Nanti setelah lulus kedokteran silakan mau diambil atau dilanjutkan lagi sewanya. Nanti saya kelola, karena sekarang lagi senang nyawah. Punya kekayaan harus jadi berkah jangan jadi musibah,” pungkasnya.(msn.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *